Catatan Deny Hamdani

Blog ini berisi tentang semua catatan yang saya tulis di media

Kamis, 18 Oktober 2007

Si Cino

*Sang Penjagal Lawan “Menggertak” Dunia

Juara “Dunianya” Tinggal Selangkah Lagi.


Kalbar ternyata mampu melahirkan sosok olahragawan berbakat di dunia. Setelah Crisjon menjadi legenda Indonesia dengan memegang sabuk juara WBA kelas bulu 57,1 kg, akankah si Cino—julukan— Daud Jordan menyusul. Petinju “desa” yang besar karena kemampuannya belajar ini siap menaklukkan dunia ? Lantas bagaimana kiprahnya sendiri.


Deny Hamdani


Sosok petinju membanggakan si “Cino” julukan Daud Jordan memang fenomenal. Betapa tidak, petinju Indonesia, Kalbar kelahiran Simpang Hulu, Kab. Ketapang 10 Juli 1987 silam ini berhasil “menggertak” dunia. Berbekal teknik ring tinju profesionalnya, ia berhasil menyihir dunia tinju. Sepanjang pertarungan mautnya di sasana tinju manapun, rekor 15 menang KO/TKO dan 3 menang angka tanpa kalah dari 18 kali pertandingan berhasil dibuatnya.

Lewat kemampuannya itu, tak heran laju petinju asal sasana BC (Boxing Camp) Sukadana, Kayong Utara ini begitu melejit. Di usianya yang terbilang masih muda, sabuk juara WBO Asia-Pacific Youth kelas 57,1 kg sudah berhasil digenggamannya. Itu setelah bentrok seru dengan menang TKO di ronde ke delapan atas lawannya, Renan Salim asal Filipina, 18 Mei lalu berhasil diukir.

Bahkan lewat kemampuan memadainya tersebut, putra kelima dari Hermanus Lai Chun masih merasa belum puas. Keinginan yang kuat mengincar sabuk juara baru dari berbagai badan tinju dunia mulai menyeruak. Dari sabuk juara dunia WBO yang disandang Steven Luviano asal Amerika Serikat, sabuk badan tinju WBA yang dipegang Crisjon dari Indonesia dan WBC sabuk juara masih di tangan In Jin Shie dari Korea, sementara IBF melekat di pinggang petinju asal Panama, Romnet Cabolevio siap direbutnya. ”Kemungkinan, keinginan saya menantang pemegang sabuk juara dunia WBO saja, yaitu Steven Luviano. Tetapi itu semua tergantung kepada managemen saya kemana harus diarahkan, Saya sih setuju saja siapa lawan saya,” kata petinju yang tak kenal rasa takut ini bilamana berada diatas ring.

Langkah Daud sendiri buat meniti karir ke level juara dunia rasanya bukanlah urusan yang begitu sulit. Melalui manajemen barunya dibawah komando Daniel Bahari, petinju yang dilatih abang kandungnya, Damianus Jordan ini memiliki kans besar bertarung dan menjadi juara tinju baru asal Indonesia. Terlebih, dari jauh hari sebelumnya pihak manajemennya melakukan kontak langsung dengan manajemen Steven di Amerika.

“Dalam satu bulan ini kemungkinan, Steven Luviano belum bisa bertarung karena ada penantangnya yang juga asal USA. Tetapi, saya berharap sebelum tahun 2007 berakhir, saya sudah bisa bertanding,” pintanya..

Walaupun begitu kendala lain yang menjadi tantangan bagi manajemen adalah berharap tenaga sponsor yang masih sulit tergapai. Apalagi, kuat keinginannya kalau perebutan gelar juara dunianya digelar di Kota Pontianak. Bisa dibilang prestise Bangsa dan Negara dipertaruhkan untuk menyabet juara dunia badan WBO ini. “Mudah-mudahan tidak ada kendala dan saya dapat bertarung tepat waktu,” harap dia

Tak hanya itu saja, mendatangkan petinju dunia pemegang sabuk juara WBO, Steven juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Disamping masalah peringkat harus setingkat, Daud juga merupakan pemegang peringkat 13 juara dunia WBO. Jadi buat menantang dirinya, keputusan stevenlah memilih petinju dari perinkat terbawah 15. ”Jadi ada kemungkinan saya yang dipilih dan tergantung pendekatan promotor saya juga nantinya,” ungkap Daud.


Permata Berkilau Sejak Yunior


Karir petinju anak “desa” yang cepat melejit di dunia tinju ini memang tidak mudah diperoleh. Sebelum turun ke ring tinju profesional, banyak tantangan yang harus dilalui. Memulai karirnya dari amatir, petinju yang sejak di bangku SMP sudah memiliki gaya berbeda ini mengasah kemampuannya.

Bahkan, sejak di bangku kelas 3 SD, dia hijrah dari Simpang Hulu ke Kab.Ketapang mengikuti jejak abang kandungnya, Damianus Jordan yang sudah terlebih dahulu berkarir di tinju.

Agar kemampuannya lebih terarah tahun 1996, ia sudah memulai debut awalnya sebagai petinju di Kalteng tetangga Kalbar. Bahkan, di tahun yang sama medali perak di Kejurnas Tinju berhasil diukir. Akhirnya, disinilah karir awalnya dimulai karena sejak tahun 1997-2002 dari medali perak dan emas silih berganti disabet. Semenjak itu pula, dia dipanggil pelatnas tim nasional dan menjadi nominasi petinju terbaik se-Indonesia. “Sejak saat itu saya terus mengasah kemampuan diri,” ulasnya.

Disamping itu, ayah kandungnya Hermanus LC juga mendukung karir yang dirintisnya sejak usia muda. Meskipun, bukan seorang petinju semangat dan dukungan keluarganya terbilang cukup tinggi. ”Saat bangun tidur saja saya sudah diwanti-wanti latihan dan terus berbicara tentang tinju,” kata dia mengingat kenangan lama.

Sadar akan bakat besarnya tersebut, si Cino yang mengagumi dua petinju Mexico, Erik Morales dan Juan Manuel Margues lantas mencoba beralih profesi. Di tahun 2005 usai karir amatirnya mandek, iapun merintis jalan terbang ke tinju profesional. Disinilah terlihat kalau keputusan yang dibuatnya memang tepat.

”Debut awal saya waktu itu melawan Anshori Anhar 25 Agustus 2005 lalu. Rupanya dalam satu ronde saya dari 6 ronde yang digelar saya mampu menaklukannya dan itu membuat saya luar biasa gembira,” kata dia mengungkapkan perasaannya.

Dari penampilannya tersebut si “Cino” yang diberi nama dari pelatih asal Quba, Yesus Carlos Ternate Torres saat ia mengikuti pelatnas 2001-2005 terus berkembang. Rekor bertandingnya dengan memukul KO/TKO lawan-lawan yang dihadapinya terjadi lagi. Muhamid Didin, Yanto Mace, Lato Vegas dll. Bahkan saking garangnya, petinju kenamaan asal Thailand dan Filipina merupakan korban yang paling sering ditaklukan. ”Maka dari itu saya sering dijuluki kawan-kawan sesama petinju sebagai raja KO/TKO,” ulas dia.

Namun sebelum sabuk tertinggi WBO Asia Facific Youth disabetnya, si raja KO/TKO ini memiliki kesan mendalam. Dalam perebutan sabuk bergengsi peringkat I PABA Asia Facific dengan mengkanvaskan petinju asal Thailand, Kong Chai di ronde 7 dari 8 ronde yang digelar sukses direbutnya. ”Sejak saat itulah saya berkeinginan peringkat harus terus naik dan jangan turun. Dan itu merupakan prinsip yang selalu saya pegang,” terang Daud seraya mengakhiri pembicaraan.(*)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda